Jumat, 11 Januari 2013

Lampu, Jepretan Pertama

Entah mengapa saya cukup tertarik dengan lampu. Ya...benda yang paling berjasa saat gelap ini membuat saya menaruh perhatian lebih kepadanya. Segala hal yang berhubungan dengan lampu, cahaya, sinar dan sebagainya itu membuat saya ingin lebih mengetahui dan mengenalnya. Ketertarikan saya pada lampu ini memang baru-baru ini saja. Tepatnya ketika saya memotret lampu untuk pertama kalinya. Dan itu terjadi pada lampu bohlam. Lampu gendut ini menjadi yang pertama kali saya potret.


Ada suatu percikan yang kecil namun tepat membasahi pikiran saya. Seperti itulah ketika foto lampu pertama   ini tercipta. Kekaguman juga muncul ketika saya menyadari bahwa ternyata ruang yang benar-benar bercahaya (dalam artian sumber cahaya) dalam bohlam itu hanyalah bagian filamen-nya. Sedangkan ruang lain disekitarya itu tidak. Dan menakjupkannya lagi bagaimana bisa benda yang berukuran tak lebih besar dari telur ayam itu bisa bersinar dan menerangi ruangan yang volumenya jauh lebih besar dan berkali-kali lipat dari bohlam itu. 


Ya..mungkin memang hal itu bisa dijelaskan dengan hukum fisika. Dan saya juga telah lua dengan pelajaran fisiki SMA tentang itu. Tapi coba anda rasakan lebih dalam....filamen yang panjangnya hanya 5-10cm itu bisa mengeluarkan cahaya dan berpendar, bersinar sampai bermeter-meter. Wao! tidakkah menakjubkan?

Rabu, 09 Januari 2013

Mahasiswa dalam Habitatnya

Anda mungkin telah mengetahui, mahasiswa adalah kaum “elit” akademik yang sudah jelas memiliki tingkatan lebih tinggi dibandingkan dengan pelajar lainnya. Dan memang sewajarnya bila mereka memikul tugas berat untuk kemajuan pendidikan negara yang masih saja berkembang ini. Oleh karena itu, tidak sedikit orang yang ingin menjadi bagian dari kaum elit tersebut. Berbagai perguruan tinggi berlomba-lomba menggait anak didik baru. Berusaha mati-matian untuk memperebutkan bangku kuliah sudah menjadi fenomena tahunan di kalangan pelajar yang akan meneruskan pendidikannya. Untuk tujuan yang relatif sama, mewujudkan mimpi dan cita-cita mereka yang dibawanya dari kampung. Atau mungkin hanya ingin meningkatkan status sosialnya karena gengsi. Kemudian apabila sudah memasuki kehidupan kampus, dibenak mereka hanya kesenangan dan masih buramnya peran yang seharusnya mereka lakukan sebagai masyarakat kampus. Hingga akhirnya terbuai dengan kebanggaan akan almamater, pudarnya semangat meraih cita-cita dan kemudian berimplikasi buruk pada nilai kuliahnya.

Kampus ibarat habitat bagi mahasiswa, mereka mencari makan akan lapar dan hausnya pengetahuan, lingkungan baru dimana mereka harus beradaptasi dan berinteraksi, serta tempat berkembangbiaknya kreatifitas dan ketrampilan para kaum elit akademik ini. Maka dari itu pentinglah peran mahasiswa dalam habitatnya. Bukan hanya itu mahasiswa juga harus bertanggung jawab atas kampus tempatnya berkembang. Di habitatnya mahasiswa diinisiasi agar nantinya siap berperan dalam masyarakat dan menjadi generasi penerus bangsa. Dalam prosesnya ini, kita sebagai mahasiswa tidak saja dituntun kritis terhadap suatu masalah namun juga solitif dan cerdas menyelesaikannya. Bukan hanya ikut berorganisasi kemudian mengutarakan aspirasinya dengan berdemonstrasi yang hanya berujung pada kekerasan dan tawuran, namun banyak dari kita yang tidak mengerti benar maksud tujuan dari aksi ini.

Tidak usahlah kita masuk ikut dalam berbagai macam organisasi atau unit kemahasiswaan tapi nantinya kita terjebak dengan rutinitasnya dan tidak bisa membagi waktu dengan belajar yang menjadi kewajiban pelajar. Dengan menjadi ketua kelas yang hanya bertugas mencari dosen yang datang terlambat juga sudah berperan dalam kehidupan kampus terutama dalam proses pembelajaran. Atau mungkin ke kantin makan sambil berinteraksi, bergaul dengan pandai mempertahankan identitas diri, mencari kawan serta memberi usulan pendapat pada diskusi apa saja, juga merupakan wujud peran kita dalam skala mikro. 

Skala lebih tingginya kita harus ikut dan benar-benar menjalani proses perkuliahan, menaati kontrak dengan dosen, mendukung dan melaksanakan program-program kampus, mengikuti aturan yang ada terutama proses administrasi. Untuk lebih berperan aktif memang tidak dipungkiri ikut berorganisasi seperti unit kemahasiswaan, politik kampus, penelitian atau klub-klub olimpiade dan lain sebagainya perlu untuk dilakukan. Berperan aktif dalam usaha mengharumkan nama kampus itulah inti dari maksud berperan dalam kehidupan kampus. 

Peribahasa “buah jatuh tidak jauh dari pohonnya” juga dapat mencerminkan mahasiswa dalam kampus sebagai habitatnya. Menjadi mahasiswa yang bisa berkontribusi aktif baik untuk orang lain disekitar kita saat ini atau kemudian hari dan berprestasi bukanlah suatu hal yang mustahil. Yang terpenting adalah bagaimana kita pandai-pandai menyeimbangkan jungkat-jungkit rutinitas perkuliahan dan aktifitas organisasi. 

Mahasiswa bagaimanakah anda, wahai mahasiswa?

Minggu, 06 Januari 2013

Demi Kesalahan (Part 4)

[Sebelumnya Demi Kesalahan Part 3]
...Begitu cepat alam berubah dari perjalanan yang damai beberapa waktu yang lalu hingga menjadi usaha mencapai tujuan yang mencekam ini. Belum berakhir kecemasan kami jika benar-benar tersesat karena tebalnya kabut yang turun menghalangi pandangan kami. Tiba – tiba dari atas terdengar suara gemuruh petir dan guntur genggelegar ke seantero gunung Mara. Hujan deras yang kami kira tidak jadi turun ternyata turun juga. Bukan berarti kami tidak bersiap. Katon sudah mempersiapkan semuanya. Ia membawa empat ponco untuk kami semua. Air dengan cepat membasahi tanah merah gunung Mara. Membuat kami harus ekstra berhati-hati dalam melangkah. Inilah pengalaman terburuk dalam hidupku selama ini. Saat ini aku menyesal telah ikut dalam ekspedisi yang terencana demi sebuah kesalahan ini. Tidak adil mempertaruhkan nyawa untuk orang yang mungkin bisa saja membunuh kami. Aku memandang permukaan tanah yang tinggi disana yang sudah agak terlihat karena kabut mulai hilang dan tak terbayangkan dunia asing di atas sana.

Kabut tebal perlahan – lahan mulai hilang. Begitu juga dengan hujan deras yang hanya sesaat saja ini. Nuansa magis mulai terasa ketika kami mendekati sebuah pohon beringin besar. Tidak hanya ada sebuah ternyata ada banyak pohon beringin, hal itu benar, ini merupakan hutan beringin. Pohon beringin itu seperti berbicara, mereka seperti menyuruh kami untuk pergi dari gunung Mara ini. Rasanya tengkuk ditiup-tiup oleh angin jahat dari mulut ribuan hantu tak kasatmata yang membuntuti kami. Ada sebuah pengaruh mistis dan udara kuburan. Ada ras kemurtadan, penghiantan, dan pembangkangan pada Tuhan. Ada jerit kesakitan dari binatang yang dibantai untuk ritual sesat dan tercium bau amis darah, bau mayat-mayat lama yang sengaja tak dikubur, bau asap dupa untuk memanggil iblis, dan bau ancaman kematian.
Akar gantung pohon beringin yang menjulur tak karuan agaknya bak tangan mahluk suruhan yang mengawasi setiap gerak-gerik kami. Anjing-anjing yang melolong dalam kesenyapan malam tak tampak wujudnya. Kadang kala terdengar seperti bayi yang menangis atau nenek tua yang memohon ampun karena jilatan api neraka. Suara-suara ini mematahkan semangat dan menciutkan nyali. Sungguh besar segesti Mbah Suro dan sungguh hebat pengaruh magis legendanya sehingga menciptakan kesan mencekam seperti ini.

Kami berjalan pelan beriringan menuju kelompok pohon-pohon rindang dan batu-batu yang bertumpukkan. Didekatnya terdapat gua dimana tempat Mbah Suro tinggal. Kami bergetar namun tampak jelas setiap dari kami terutama Katon telah menunggu saat – saat seperti ini.

Tiba – tiba, seperti dikomandoni suara lolongan anjing yang tak tampak wujudnya berhenti, diganti oleh kesenyapan yang sangat. Burung - burung gagak berkaok-kaok nyaring bergantian dipuncak pohon beringin. Gua yang tepat berada didepan kami ini menyebarkan kengerian. Kami telah disambut dan harus siap dengan risiko apa pun. Kami hanya berdiri ketakutan apalagi didalam gua terlihat kain tipis bekelebat-kelebat lalu pelan-pelan seperti asap mengepul dari tumbukan kayu bash yang dibakar munjul sebuah sosok tinggi besar. Cara munculnya menyerupai ninja. Dengan mata kepalaku sendiri aku menyaksikan sosok itu tidak menginjak bumi. Ia seperti mngambang di udara, bergerak maju mundur seumpama gaya grafitasi tak berlaku baginya. Tiba – tiba sekelebat cepat sosok itu telah berdiri didepan kami geraknya seperti angin, tek bersuara tetapi cepat. Kami terperanjat, serentak mundur dan hampir lari pontang – panting. Tepat berada dua meter dari kami sosok Mbah Suro yang khas dengan segala kesan magis, ganjil, aneh, dan hal – hal yang jauh dari nalar manusia biasa.

Mbah Suro diam mematung. Tak sedikitpun tampak kemarahan di mukanya, karena kami sudah seenaknya memasuki wilayahnya. Mbah Suro duduk dan kami pun ikut duduk di atas batu yang sepertinya tempatnya bersemedi. Katon masih tak berani mengatakan tujuannya datang pada Mbah Suro. Namun karena desakan dari kami yang lain akhirnya ia memberanikan diri mengatakannya.

“Begini Mbah…..”
“Saya dan teman-teman saya datang kesini dengan maksud….”
“Opo sing mbok omongno le? Basamu ku basa endi?”. Tiba-tiba Mbah sura bertanya pada Katon seperti itu dengan penuh kewibawaannya sebagai dukun.
“Pake bahasa jawa, Ton. Jangan bahasa gaul” bisik Daus pada Katon
“Heh…?????” heran Katon
“Ngeten mbah, kula badhe nyuwun…… ”
“Wis ora usah mbok tutukno, aku wis ngerti arep ngapa kowe rene..”
“…biji sekolah elek-elek…..”
“…didukani bapak ibuk…”
“…pingin lulus ujian…”

Kemudian Mbah Suro meminta sebuah pena dan secarik kertas. Katon dengan segera memberikan benda-benda yang dibutuhkan Mbah Suro tadi. Mbah Suro mengambilnya dan dengan kecepatan yang jauh dari nalar manusia biasa ia masuk kembali ke dalam gua.
Dari dalam gua terdengar sesuatu yang aneh. Terdengar suara keras benda – benda dibanting-banting. Kami terperanjak dari tampat duduk dan kemudian duduk kembali berdekatan. Terdengar pula siura aungan binatang buar menakutkan yang belum pernah kami dengar. Mungkin Mbah Suro harus berkelahi habis - habisan dengan berbagai mahluk yang tak masuk akal demi untuk memenuhi permintaan Katon. Debu mulai keluar dari gua sepertinya telah terjadi pertampuran besar. Lalu piring kaleng, panci, tempurung kelapa, tungku, gelas kaleng, cambuk, pisau, parang, tampah, sendok, kitab-kitab kuno yang tak jelas tulisannya, kalender, peta, beberapa benda dari tulang, majalah primbon, gitar, bola sepak, stik baseball, batubaterai, lampu dop 5 watt, dan sobekan kertas putih terlempar keluar dari dalam gua dan berserakan disekitar kami.

Lalu dari dalam gua terdengar suara – suara kekalahan minta ampun, suara hewan-hewan yang lari ketakutan. Mbah Suro lalu muncul dengan keadaan segar bugar tanpa ada cacat sedikitpun. Seperti tidak terjadi apa-apa didalam gua. Kemudian ia menghampiri kami dengan membawa secarik kertas dari Katon tadi yang sudah ia gulung.
“Sakiki muleh kano, biji-bijimu sesuk iso dadi apik meneh…”
“Iku kertas gawanen muleh, tak lebokke ning botol iki, aja kok bukak nek kowe durung tekan omahmu…” kata Mbah Suro

Katon kemudian menerima gulungan kertas tadi yang sudah dimasukkan didalam botol. Dimasukkannya botoltadi kedalam ranselnya. Tanpa kami sempat mengucapkan terima kasih, secepat kilat, seperti angin Mbah Suro lenyap dari pandangan kami, sirna ditelan gelap dan asap dupa gua persemayamannya.

Kami lari terbirit-birit menuruni gunung Mara. Terseok – seok hampir terjatuh juga. Sesampainya di kaki gunung ternyata masih ada sinar mentari. Namun langit telah berubah menjadi kekuning – kuningan. Kulihat jam ditangan Syahdan masih jam empat kurang seperempat sore. Tak menunggu terlalu lama, angkot yang menuju ke terminal kota sebelah telah tiba. Kami langsung naik saja. Sampai di terminal kami langsung menaiki bis menuju ke terminal kota kami. Sepanjang perjalanan pulang kami tak satupun ada yang berbicara. Kami hanya saling pandang, saling menatap satu dengan yang lain. Kami tak mampu berkata apapun setelah apa yang baru saja kami alami ini.
Sesampainya kami terminal kota kami, kami masih saling diam tak ada satu katapun yang terucap dari mulut kami berempat. Mingkin teman-temanku masih mengingat – ingat dan membayangkan kejadian di gunung Mara barusan. Akhirnya aku yang mulai berbicara.

“Ton, ni sekarang gimana?”
“Heh….”. Tampaknya ia tidak memperhatikan aku berbicara da masih membayangkan hal tadi
“Sekarang kita gimana?”
“Kita buka gulungan kertas ini dilapangan basket saja”
Kami dari terminal langsung berjalan kaki ke lapangan basket. Singkat cerita kami langsung meletakkan semua barang bawaan sesampainya di lapangan basket. Sungguh lelah, letih, lapar dan mengantuk semua campur aduk jadi satu.
“Ton, cepet buka kertasnya” seru Daus
“Iy cepet” sahutku dan juga Syahdan
“Bentar” kata Katon

Semuanya mengerubung Katon kami saling berebut ingin melihat matra apa yang diberikan Mbah Suro untuk kesuksesan nilai-nilai Katon yang hancur. Katon perlahan membuka botol dan mengeluarkan gulungan kertas tadi. Katon perlahan – lahan membuka gulungan kertas itu dan di sana, dikertas itu tertulis dengan jelas:
...
...
...
...
...
Iki wangsit lan weling saka Mbah Suro
kanggo kowe le,
Nek pingin lulus ujian: 
Buka buku, waca, sinauni !!!

Sabtu, 05 Januari 2013

2012- The Humanity End

Maraknya mitos yang menyelimuti tahun 2012 yang beredar yang telah diembuskan, berbagai karya tulis (fiksi maupun bukan), musik, maupun film juga turut membikin 2012 menjadi sebuah angka yang kian berselimut misteri. Nah, dalam postingan kali ini saya ingin membahas tentang film baru yang menggemparkan akhir-akhir ini yang berjudul 2012. Film ini telah tayang 2 tahun yang lalu. Namun sebagai refleksi dari kekhawatiran public tentang isu akhir dunia ini film dan fenomenya yang mendasarinya kembali menceruat di akhir tahun 2012 ini.

Film ini bercerita tentang bencana alam global yang membawa ke akhir dunia dan juga perjuangan manusia yang ingin selamat dari bencana ini. Dikisahkan, warga dunia panik saat ramalan suku Indian Maya Inca Peru tentang kiamat menjadi kenyataan. Patung Kristus Sang Penebus yang berdiri kokoh di Rio de Janeiro, Brasil, hancur berkeping-keping. Hujan meteor berbola api disusul gempa mengguncang hebat. Yang tak kalah menggetarkan, basilika Gereja Santo Petrus di Vatikan, runtuh. Kita pun akan terpana menyaksikan kapal perang USS John F Kennedy tak berdaya diamuk badai dan akhirnya karam

Film ini mulanya ingin di sutradari oleh Michael Bay yang juga mensutradarai film Transformers 2 : Revenge Of The Fallen (yang telah tayang di bioskop), akan tetapi karena sesuatu hal, maka Ia tidak jadi untuk menyutradarai film tersebut. Tetapi kemudian nama Roland Emmerich akhirnya yang menyutradarai film ini. Sebelumnya Roland Emmerich juga pernah menyutradari film yang tak kalah bagus seperti Independence Day, The Day After Tomorrow, dan Godzilla. Film yang beranggaran US$ 200 juta ini diperankan oleh John Cusack, Amanda Peet, Danny Glover, Oliver Platt, dan Woody Harelson akan segera tayang tahun ini 13 November 2009.

Nah, bagaimana kita baiknya menyikapi kejadian - kejadian yang diceritakan dalam film ini??? Hal ini kembali kepada anda

Jumat, 04 Januari 2013

Demi Kesalahan (Part 3)

[Sebelumnya Demi Kesalahan Part 2]
...Katon tampaknya begitu bersemangat, sangat berbeda sekali dengannya seminggu yang lalu. Berbeda seratus delapan puluh derajat saat dia menceritakan masalahnya. Aku dan Katon kemudian menghampiri Daus. Kami memutuskan untuk berjalan kaki.Tampak dari kejauhaan Daus sudah berdiri di depan rumahnya menunggu kami. Tinggal satu orang lagi. Lima ratus meter dari rumah Daus terdapat rumah joglo dengan gubuk kecil didepannya. Itulah rumah Syahdan. Kami menunggunya di gubuk kecil miliknya karena ia masih tidur pulas dan sedang dibangunkan oleh orang tuanya. Sesaat kemudian Syahdan sudah bangun dan langsung menghampiri kami.

“Tunggu sebentar aku siap – siap dulu” kata Syahdan sambil mengucek – ucek mata karena masih ngantuk.
“Snack, air, senter, jaket, obat – obatan…” Katon mengecek perbekalannya sambil kami menunggu Syahdan yang sedang bersiap.
“Buanyak banget, Ton!” sahutku
“Buat jaga-jaga, Ko” jawabnya
“Sebenernya kita ini mau kemana sih, Ton?” tanya Daus
“Udah ntar aku critain pas di perjalanan aja” jawab Katon
“Kok bawaanmu kayak mau pergi camping, Ton?” sahutku
“Ini buat bekal, nanti kalau kalian butuh apa – apa semua ada disini”jawabnya
Setelah semuanya siap, aku, Syahdan, Daus, dan Katon, kamipun langsung berangkat.
Kami berjalan kaki menuju terminal karena jarak terminal yang lumayan jauh itulah alasannya mengapa kami berangkat pagi – pagi sekali. Kami tak tahu sebenarnya kami ini mau pergi kemana, kami ‘aku, Syahdan dan Daus’. Kami hanya ikut Katon. Dialah yang merencanakan hal ini. Sudah sekitar 10 menit kami berjalan Katon mulai menceritakan mengenai rencananya ini

“Kita ini mau pergi ke Gunung Mara, kita akan…………” celoteh Katon
Katon benar – benar telah mempersiapkan semuanya. Gila, kami ini mau menemui dukun. Ya, seperti apa yang dikatakan Katon. Nama dukun itu adalah Mbah Suro. Nama itu sudah tak asing lagi ditelinga kami ia adalah dukun yang sangat terkenal. Aku sampai merinding mendengarkan cerita dari Katon mengenai kesaktian Mbah Suro seorang sakti mandraguna yang mampu “menerawang”. Orang yang sudah dianggap dongeng bagi masyarakat modern namun tidak bagi sebagian besar masyarakat didesa kami. Ialah tokoh yang dianggap raja ilmu gaib dan orang paling sakti di atas yang tersakti, biang semua keganjilan, dan muara dari semua ilmu aneh. Banyak yang beranggapan Mbah Suro tak lebih dari sekadar mitos untuk menakuti anak kecil agar cepat – cepat tidur. Tapi banyak juga yang berani bersaksi bahwa ia benar-benar ada. Ia tinggal di sebuah gua di Gunung Mara. Konon cerita ia adalah penjaga gunung tersebut. Namun baru-baru ini tersiar kabar bahwa Mbah Suro masih exist dalam dunia perdukunan. Ini terbukti, dari kabar yang baru-baru ini tersiar didesa kami bahwa ia telah menemukan seorang anak perempuan yang sudah sebulan hilang di pasar dan baru ditemukan oleh orang tuanya dengan bantuan Mbah Suro disekitar sungai dibelakang desa kami.

Kami harus naik bis untuk menuju ke kota sebelah dimana terdapat gunung Mara. Gunung ini terdapat pada perbatasan antara kota sebelah dengan kota Anting dan gunung ini termasuk didalam tiga belas desa yang terdapat disekitarnya. Dalam perjalanan saat tiba di terminal kota kami, kami bertemu dengan pak Darwo, beliau adalah juragan beras didesa kami. Kami kenal akrab dengan beliau, karena beliau adalah satu-satunya juragan beras didesa kami.

“Ko, mau kemana?” tanya pak Darwo
“Ini pak mau……………..duuuh……, napa sih, Ton” jawabku namun terhenti karena Katon menginjak kakiku
“Jangan bilang ke pak darwo kita mau ke gunung Mara” bisik Katon dengan volume sangat kecil
“Mau ke rumah teman lama pak” sahut Katon
“Kok bawa tas ransel segala?”
“Ooh ini oleh-oleh buat teman”jawab Katon
“Rumahnya dimana? Yuk mari bapak antar,”
“Ah tidak pak rumahnya dekat terminal ini, jalan sebentar juga sudah sampai” jawab Katon
“Oow ya sudah, hati-hati dijalan, bapak pergi dulu”
“Iya, mari pak” salam kami bertiga
“Ton, kok bohong sih?” tanyaku
“Soalnya aku tadi pergi gak izin ortu, ntar kalau pak Darwo cerita ke ortu ku gimana?”alasan Katon
“Lhoh kalau nanti pak Darwo cerita kan juga bisa” bantah Daus
“Udah ah biarin gak usah dibahas” kata Katon

Kamipun melanjutkan perjalanan.
Pada awalnya perjalanan cukup lancar yakni dari terminal kota kami menuju ke terminal kota sebelah. Sekitar pukul sepuluh pagi kami sampai dikota sebelah. Dan perjalanan kami lanjutkan dengan menaiki angkot menuju ke kecamatan Gedong. Kami turun disekitar perbatasan kecamatan Gedong dengan kecamatan Lanun. Dari sini kami teruskan dengan berjalan kaki, karena kaki gunung Mara sudah tak jauh lagi. Namun, menjelang tengah hari saat kami sampai kaki gunung tiba-tiba awan gelap menggantung tepat diatas gunung Mara.

Awan gelap menggantung tepat diatas gunung Mara, peristiwa ini seakan menandakan bahwa Mbah Suro menyambut kedatangan kami. Sama sekali tidak diduga sebelumnya. Angin mendadak marah dan langit mulai mendung. Hujan deras nampaknya akan menghantam kami. Semua temanku pucat pasi. Namun sudah terlambat untuk kembali pulang, lagi pula kami hampir tiba di tempat tujuan kami.

Hujan deras yang kami kira akan menghantam ternyata tak kunjung turun. Ini lebih baik, karena cuaca mendung akan melindungi dan mengurangi panas teriknya matahari. Namun sepertinya ada yang ganjil siang hari jadi tampak seperti malam hari, begitu gelap. Dan ditambah dengan rapatnya pepohonan yang tumbuh di gunung Mara ini membuat jalan kami semakin sulit. Banyak pohon yang tumbang sehingga menghalangi jalan kami.

Tiba-tiba Syahdan menunjuk jauh ke arah depan, disana terdapat sebuah pemandangan yang membuat kami merinding hebat, kabut tebal yang entah sejak kapan ada disana. Kabut itu seakan bergerak mendekati kami, suasananya sunyi senyap, seolah kabut itu meredam semua suara. Jarak pandang kami menjadi terbatas. Tak ada jalan lain kami memutuskan untuk menerobos kabut tebal itu. Dengan berbekal sebuah senter kami berjalan berhati – hati menerobos tebalnya kabut gunung Mara. Hampir satu jam kami masih berjalan dalam kabut tebal ini. Kami berjalan tak tentu arah. Kami takut kalau – kalau tidak menemukan apa yang kami cari. Kami merasa pencarian kami tidak ada artinya, karena sudah hampir berjalan begitu lama kami masih belum menemukan goa tempat Mbah Suro tinggal. Kami merasa, Mbah Suro itu mungkin benar hanya mitos untuk menakuti anak kecil agar cepat – cepat tidur....
[Bersambung Demi Kesalahan Part 4]

Kamis, 03 Januari 2013

Berapa umur Bumi kita sekarang???


Apakah anda tau berapa umur bumi kita sekarang?? berikut informasi yang saya peroleh dari USGS.
Sejauh ini para ilmuwan tidak menemukan cara yang tepat untuk menentukan umur bumi secara langsung dari batu bumi , karena bebatuan tertua bumi telah didaur ulang dan dihancurkan oleh proses lempeng tektonik. Jika ada salah satu batu-batu purba Bumi yang tersisa dalam keadaan asli mereka, mereka belum ditemukan. Namun demikian, para ilmuwan telah dapat menentukan usia mungkin tata surya dan untuk menghitung usia bumi dengan mengasumsikan bahwa bumi dan seluruh tubuh padat dalam Tata Surya terbentuk pada waktu yang sama dan, karenanya, dari usia yang sama.

Batuan kuno yang kira-kira berusia melebihi 3,5 miliar tahun ditemukan di semua benua bumi. Batu tertua di Bumi yang ditemukan sejauh ini adalah Acasta Gneisses di barat laut Kanada dekat Danau Great Slave (4,03 Ga) dan batuan Isua Supracrustal di West Greenland (3,7-3,8 Ga), tapi diteliti dengan baik batuan tua hampir sama juga ditemukan dalam Sungai Minnesota Valley dan utara Michigan (3.5-3.7 milyar tahun), di Swaziland (3.4-3.5 milyar tahun), dan di Australia Barat (3.4-3.6 milyar tahun). [Lihat Catatan Editor.] Batuan kuno ini telah tanggal oleh sejumlah metode penanggalan radiometrik dan konsistensi hasil para ilmuwan memberikan keyakinan bahwa usia yang tepat dalam beberapa persen. Sebuah ciri menarik dari batu-batuan kuno ini adalah bahwa mereka bukan dari jenis “primordial kerak” tetapi aliran lava dan sedimen diendapkan dalam air dangkal, merupakan indikasi bahwa sejarah Bumi dimulai jauh sebelum batu-batu ini diendapkan. 


Di Western Australia, satu kristal zirkon yang ditemukan di batuan sedimen yang lebih muda memiliki umur radiometrik sebanyak 4,3 miliar tahun, membuat kristal kecil ini bahan-bahan yang tertua yang bisa ditemukan di Bumi sejauh ini. Sumber batu kristal zirkon tersebut belum ditemukan. Diukur untuk usia tertua bumi bebatuan dan kristal tertua menunjukkan bahwa paling tidak usia Bumi 4,3 miliar tahun tetapi tidak mengungkapkan persis usia pembentukan bumi. Usia terbaik untuk Bumi (4,54 Ga) didasarkan pada batu tertua, dugaan mengarah satu-tahap digabungkan dengan rasio Pb troilite dari besi meteorit, terutama meteorit Diablo Canyon.

Selain itu, mineral butir (zirkon) dengan U-Pb usia sekitar 4.4 Ga baru-baru ini dilaporkan dari batuan sedimen di barat-tengah Australia. Bulan adalah planet yang lebih primitif dari Bumi karena belum terganggu oleh lempeng tektonik; demikian, beberapa batu yang lebih kuno yang lebih banyak. Hanya sejumlah kecil dari batu-batu itu kembali ke Bumi oleh Apollo enam dan tiga misi Luna. Batu ini sangat bervariasi dalam usia, merupakan cerminan dari usia mereka yang berbeda pembentukan dan sejarah berikutnya. Bulan saja mempunyai usia antara 4,4 dan 4,5 miliar tahun dan memberikan usia minimum untuk pembentukan planet tetangga terdekat kita. Ribuan meteorit, yang merupakan pecahan dari asteroid yang jatuh ke bumi, telah ditemukan. Objek primitif ini memberikan umur yang terbaik untuk saat pembentukan tata surya. Ada lebih dari 70 meteorit, dari berbagai jenis, usia yang telah diukur dengan menggunakan teknik penanggalan radiometrik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa meteorit, dan karena itu tata surya, terbentuk antara 4,53 dan 4.58 miliar tahun yang lalu. Umur yang terbaik untuk Bumi tidak berasal dari individu bebatuan tapi dengan mempertimbangkan Bumi dan meteorit sebagai bagian dari sistem yang berkembang yang sama di mana komposisi isotop timah, khususnya rasio timah-207 untuk memimpin-206 berubah seiring waktu karena yang peluruhan radioaktif uranium-235 dan uranium-238, masing-masing. Para ilmuwan telah menggunakan pendekatan ini untuk menentukan waktu yang dibutuhkan untuk isotop di Bumi tertua bijih timah, yang hanya ada beberapa, untuk berevolusi dari komposisi primordial, yang diukur dalam fase bebas uranium besi meteorit, ke dalam komposisi di saat ini bijih timah dipisahkan dari mantel mereka waduk. Hasil perhitungan ini dalam zaman untuk bumi dan meteorit, dan karenanya Tata Surya, dari 4.54 milyar tahun dengan ketidakpastian kurang dari 1 persen.

Tepatnya, usia ini merupakan kali terakhir yang mengarah melalui isotop yang homogen Tata Surya bagian dalam dan waktu yang mengarah dan uranium itu dimasukkan ke dalam tubuh padat Tata Surya. Usia 4.54 milyar tahun ditemukan untuk tata surya dan Bumi kita konsisten dengan perhitungan saat ini 11 hingga 13 miliar tahun untuk usia Galaxy Bima Sakti (berdasarkan tahapan evolusi bintang gugus bola) dan usia 10 hingga 15 milyar tahun untuk usia Alam Semesta (berdasarkan resesi galaksi jauh).

Source :
FenomenouS

Selasa, 01 Januari 2013

Demi Kesalahan (Part 2)

[Sebelumnya Demi Kesalahan Part 1]
...Satu lagi temanku datang, yang sudah dari tadi kami tunggu. Baru terlihat batang hidungnya sekarang. Nah, lengkap sudah anggota empat sekawan, persahabatan yang sudah terbentuk sejak kami masih Sekolah Dasar. Kami berempat bertetanggaan, rumah kami masing – masing berjauhan, namun masih dalam satu komplek perumahan.

Dengan langkah seperti orang yang tak punya tenaga, ia turun dari motornya dan menghampiri kami. Melihat caranya melangkahkan kaki, ku berpikir ada sesuatu masalah yang sedang dia alami. Tak seperti biasanya, yang selalu riang selama bersama kami. Langkahnya seperti menunjukkan tidak adanya kalori dalam tubuhnya. Energinya seperti telah habis, seperti telah ia keluarkan semuanya untuk melawan pasukan robot. Ada apa denganmu, Katon?
Belum sempat ku bertanya kepada Katon mengenai keadaannya, Daus sudah terlebih dahulu mendahului.
“Loe kenapa Ton?. Kok kayak e lemes gitu”, kata Daus yang juga memperhatikan langkah Katon.
“ He’e e.. kayaknya gak semangat ”, kataku. Sambil mencari tempat untuk duduk, Katon mencoba menjawab pertanyaan kami.
“ Gimana gak lemes, aku barusan dimarahi mamiku”, jawabnya.
“ Ada masalah ya? Cerita ke kita dong, siapa tahu bisa bantu”, sahut Syahdan.
“ Iya, aku juga mau crita, begini….. ”, jawabnya sambil duduk ditengah-tengah kami, Katon mulai menceritakan masalahnya.

Katon terjebak dalam situasi kritis dan sangat mungkin ia tidak dapat mengikuti ujian akhir. Surat peringatan telah diterimanya tiga kali. Surat yang ditujukan untuk orang tuanya itu tidak pernah ia sampaikan, masih terlipat rapi di dalam tas sekolahnya. Nilai-nilai rapor Katon hancur karena agaknya ia sulit berkonsentrasi dalam pelajaran sekolahnya. Hari demi hari pendidikannya semakin memprihatinkan. Wali kelasnya sudah tak tahan lagi dengan keadaan anak didiknya yang tak kunjung membaik. Dan pagi hari tadi, beliau datang ke rumah Katon. Beliau menceritakan pendidikan Katon yang semakin mencemaskan. Termasuk nilai-nilai ulangannya yang persis penerjun yang terjun dengan parasut cadangan yang tak mengembang, terjun bebas. Ia tidak pernah menceritakan hal ini pada siapapun, bahkan kepada kami, dan apalagi kepada orang tuanya. Baru kali ini ia menceritakannya, rapor terakhirnya memperlihatkan deretan angka merah seperti punggung dikerok. Tak tangung-tanggung Matematika, bahasa Inggris, dan IPA hanya mendapat angka 3.

Mendengar apa yang diceritakan oleh wali kelas, jelas orang tua Katon merasa malu dan sekaligus marah. Saat wali kelasnya pulang, Katon langsung dimarahi, dinasehati dan diberi pelajaran oleh kedua orang tuanya, terutama dari ayahnya. Ayahnya menuding pacaran sebagai sumber dari kemerosotan nilai – nilai Katon. Katon hanya merunduk dan mendengarkan semua perkataan kedua orang tuanya. Memang baru kali ini Katon memiliki kekasih, semenjak itu ia memberikan perhatiannya kepada orang lain daripada kepada pelajarannya. Dan setiap kali kami berkumpul, Katon selalu menceritakan percintaanya kepada kami. Kami juga dengan baik mendengarkan apa yang diceritakannya. Kami ikut senang jika Katon senang. Namun jika keadaanya malah seperti ini, bukankah hanya akan merugikan diri Katon sendiri. Kadang sesuatu yang awalnya terlihat baik justru buruk pada akhirnya dan kita tidak menyadarinya. Seperti itulah apa yang dialami temanku, Katon.

Katon juga menyadari bahwa pacaran membuatnya tidak dapat berkonsentrasi dalam belajar. Malam hari saat seharusnya dia belajar justru dipakainya untuk “sms-an” dengan kekasihnya. Sehingga keesokan harinya ulangannya mendapat nilai buruk. Aku yang juga teman satu SMA dan juga teman sekelasnya, sering melihat Katon tidak memperhatikan guru saat mengajar. Ia juga kesulitan dalam menjawab pertanyaan yang diberikan. Katon sering melamun sendirian dan mungkin hanya kekasihnya yang ada dalam pikirannya. Cinta bagaikan bejana anggur yang telah mengisi penuh cawan Katon, dan ia meminumnya sebanyak apa pun yang dituangkan. Lalu dia menjadi mabuk karena tidak menyadari kekuatan sang anggur. Mabuk yang pertama kali adalah mabuk yang paling memusingkan. Jatuh yang pertama kali adalah jatuh yang paling menyakitkan. Orang-orang berkata bahwa cinta pertama adalah yang terindah, dan kenangan bahagianya tidak akan pernah mati. Dan barang kali seperti itu yang dirasakan Katon. Ia terlampau bahagia hingga tidak pernah mempersoalkan bahwa cinta yang tengah menyelimutinya dapat berbalik mencekik, dan akhirnya akan menghancurkan dirinya. 

Kesalahan pertama: terlalu mencintai seseorang akan akan dapat menghancurkan diri, karena sesuatu yang berlebihan itu tidak baik.

Mendengar ceritanya kami pun mengerti mengapa ia terlihat begitu tidak bersemangat, tidak seperti biasanya, seperti menunjukkan tidak adanya kalori dalam tubuhnya dan energinya seperti telah habis, seperti telah ia keluarkan semuanya untuk melawan pasukan robot. Katon termenung setelah menceritakan masalahnya kepada kami. Ia masih terlihat tidak bersemangat, ya jelaslah masalahnya belum selesai. Kami berharap dengan Katon menceritakan masalahnya kepada kami dapat mengurangi kegelisahannya walau hanya seper seratusnya saja.

Mencoba untuk membantu Katon, Daus menyarankan agar Katon menghentikan hubungan percintaannya terlebih dahulu.
“ Nggak !! aku nggak bisa, aku masih mencintanya”, bantah Katon.
“Cinta ? Untuk apa jika hanya membuatmu menderita”, sahutku hampir bersamaan dengan Syahdan.
“ Gak bisa, pokoknya gak bisa !! ”, seru Katon mempertahankan pendapatnya.
Lalu tak tahu siapa yang memulai tiba-tiba Katon tersenyum, seperti menandakan ia telah mendapatkan penyelesaian masalahnya. Entah darimana ia mendapatkan cara tidak masuk akal yang unik, lucu, dan paling mengandung mara bahaya. Entah setan mana yang membisikkan suara kemusyrikan pada telinga Katon. Gagasan yang benar – benar jauh sekali dari pemikiran orang bijak. Cara yang menurutnya paling mudah untuk menyelesaikan masalahnya. Cara yang seharusnya tidak tersirat sedikitpun pada pikiranya. Dan tak tanggung – tanggung, cara itu adalah pelanggaran paling berat dalam konteks moral. Gagasan yang bisa saja berakibat buruk pada dirinya dan dapat memperuburuk keadaan. Gagasan yang pasti tidak kami setujui dan pasti tidak kami sarankan kepadanya. Katon memilih bahwa kekuatan supranatural dapat memberi mereka solusi atas nilai – nilainya yang anjlok di sekolah. Melalui jalan pintas dunia gaib perdukunan.

Perbedaan pendapat pun terjadi antara kami Daus, aku dan Syahdan dengan Katon.
“ Caramu itu gak pantas dilakukan ! ”
“ Itu gak bener Ton ! ”
“ Bener – bener salah cara kamu itu ”
“ Cara kamu itu gak masuk akal Ton ” kami bertiga bergantian menasehatinya. Namun dasar sudah watak keras kepala, Katon tetap dengan ide gilanya itu. Berbagai nasehat kami sampaikan kepadanya mulai dari bahayanya karena menyekutukan tuhan sampai akibat buruk jikalau melakukan kesalahan juga syarat – syarat yang abnormal yang musti dikerjakan. Sepertinya tak mempan padanya. Ia tetap yakin nilai – nilainya yang bermasalah di sekolah dapat diatasi dengan bantuan dunia gaib yang menyekutukan tuhan.

“ Gak akan terjadi apa – apa, kita coba dulu. Dah, kalian percaya aku aja” kata Katon mencoba meyakinkan kami.
“ Percaya pada ide konyol kayak gitu?? ”, sahut Syahdan.
“ Dah begini aja daripada ntar tambah jadi kacau, kita ikut saja. Ntar kalau ada apa – apa kami bisa bantu, tapi kami gak mau ada urusan kalau terjadi sesuatu yang buruk. Gimana ? ” kata Daus mencoba memperbaiki keadaan.
“ Ikut ? Jangan buat saran yang asal – asalan Us ” , sahut Syahdan.
“ Kalau kita ikut kan bisa memantau kalau – kalau terjadi sesuatu, Gimana Ko ? ” , tegas Daus.
“ Bener juga sih tapi kalau ada apa – apa aku gak mau tau ” jawabku.
“ Dah tinggal kamu Dan, gak bakal terjadi apa – apa deh ” , bujuk Katon.
Mata Syahdan tertuju pada kami bertiga, ia sedang mempertimbangkanya.
“ Iy aku ikut deh, daripada nanti ada apa – apa ma kalian ” , kata Syahdan.
“ Nah gitu donk itu namanya setia kawan” , kata Daus.
Dan akhirnya kami menyetujui Katon, meski dalam hati kami masih tidak setuju dengan hal yang akan kami lakukan. 

Kesalahan kedua: memutuskan suatu solusi masalah tanpa pemikiran yang mantap.

Seminggu setelahnya, kami akan menemani Katon mewujudkan solusi yang sudah didapatkan seminggu sebelumnya. Pagi – pagi sekali Katon sudah menghampiriku. Sebelumnya aku sudah tahu kalau Katon menghampiriku sepagi ini. Jadi begitu ia tiba dirumahku kami langsung saja berangkat. Aktifitas belum banyak dimulai, bahkan orang tuaku masih terlelap, ya benarlah karena ini baru jam 4 pagi. Baru 4 jam orang melalui hari minggu kedua bulan April ini, kami empat sekawan sudah memulai aktifitas demi sebuah kesalahan...
[Bersambung Demi Kesalahan Part 3]

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Coupons