...Katon tampaknya begitu bersemangat, sangat berbeda sekali dengannya seminggu yang lalu. Berbeda seratus delapan puluh derajat saat dia menceritakan masalahnya. Aku dan Katon kemudian menghampiri Daus. Kami memutuskan untuk berjalan kaki.Tampak dari kejauhaan Daus sudah berdiri di depan rumahnya menunggu kami. Tinggal satu orang lagi. Lima ratus meter dari rumah Daus terdapat rumah joglo dengan gubuk kecil didepannya. Itulah rumah Syahdan. Kami menunggunya di gubuk kecil miliknya karena ia masih tidur pulas dan sedang dibangunkan oleh orang tuanya. Sesaat kemudian Syahdan sudah bangun dan langsung menghampiri kami.
“Tunggu sebentar aku siap – siap dulu” kata
Syahdan sambil mengucek – ucek mata karena masih ngantuk.
“Snack, air, senter, jaket, obat – obatan…”
Katon mengecek perbekalannya sambil kami menunggu Syahdan yang sedang bersiap.
“Buanyak banget, Ton!” sahutku
“Buat jaga-jaga, Ko” jawabnya
“Sebenernya kita ini mau kemana sih, Ton?”
tanya Daus
“Udah ntar aku critain pas di perjalanan aja”
jawab Katon
“Kok bawaanmu kayak mau pergi camping, Ton?”
sahutku
“Ini buat bekal, nanti kalau kalian butuh apa
– apa semua ada disini”jawabnya
Setelah semuanya siap, aku, Syahdan, Daus, dan
Katon, kamipun langsung berangkat.
Kami berjalan kaki menuju terminal karena
jarak terminal yang lumayan jauh itulah alasannya mengapa kami berangkat pagi –
pagi sekali. Kami tak tahu sebenarnya kami ini mau pergi kemana, kami ‘aku,
Syahdan dan Daus’. Kami hanya ikut Katon. Dialah yang merencanakan hal ini.
Sudah sekitar 10 menit kami berjalan Katon mulai menceritakan mengenai rencananya
ini
“Kita ini mau pergi ke Gunung Mara, kita
akan…………” celoteh Katon
Katon benar – benar telah mempersiapkan
semuanya. Gila, kami ini mau menemui dukun. Ya, seperti apa yang dikatakan
Katon. Nama dukun itu adalah Mbah Suro. Nama itu sudah tak asing lagi ditelinga
kami ia adalah dukun yang sangat terkenal. Aku sampai merinding mendengarkan
cerita dari Katon mengenai kesaktian Mbah Suro seorang sakti mandraguna yang
mampu “menerawang”. Orang yang sudah dianggap dongeng bagi masyarakat modern
namun tidak bagi sebagian besar masyarakat didesa kami. Ialah tokoh yang
dianggap raja ilmu gaib dan orang paling sakti di atas yang tersakti, biang
semua keganjilan, dan muara dari semua ilmu aneh. Banyak yang beranggapan Mbah
Suro tak lebih dari sekadar mitos untuk menakuti anak kecil agar cepat – cepat
tidur. Tapi banyak juga yang berani bersaksi bahwa ia benar-benar ada. Ia
tinggal di sebuah gua di Gunung Mara. Konon cerita ia adalah penjaga gunung
tersebut. Namun baru-baru ini tersiar kabar bahwa Mbah Suro masih exist dalam
dunia perdukunan. Ini terbukti, dari kabar yang baru-baru ini tersiar didesa
kami bahwa ia telah menemukan seorang anak perempuan yang sudah sebulan hilang
di pasar dan baru ditemukan oleh orang tuanya dengan bantuan Mbah Suro
disekitar sungai dibelakang desa kami.
Kami harus naik bis untuk menuju ke kota
sebelah dimana terdapat gunung Mara. Gunung ini terdapat pada perbatasan antara
kota sebelah dengan kota Anting dan gunung ini termasuk didalam tiga belas desa
yang terdapat disekitarnya. Dalam perjalanan saat tiba di terminal kota kami,
kami bertemu dengan pak Darwo, beliau adalah juragan beras didesa kami. Kami
kenal akrab dengan beliau, karena beliau adalah satu-satunya juragan beras
didesa kami.
“Ko, mau kemana?” tanya pak Darwo
“Ini pak mau……………..duuuh……, napa sih, Ton”
jawabku namun terhenti karena Katon menginjak kakiku
“Jangan bilang ke pak darwo kita mau ke gunung
Mara” bisik Katon dengan volume sangat kecil
“Mau ke rumah teman lama pak” sahut Katon
“Kok bawa tas ransel segala?”
“Ooh ini oleh-oleh buat teman”jawab Katon
“Rumahnya dimana? Yuk mari bapak antar,”
“Ah tidak pak rumahnya dekat terminal ini,
jalan sebentar juga sudah sampai” jawab Katon
“Oow ya sudah, hati-hati dijalan, bapak pergi
dulu”
“Iya, mari pak” salam kami bertiga
“Ton, kok bohong sih?” tanyaku
“Soalnya aku tadi pergi gak izin ortu, ntar
kalau pak Darwo cerita ke ortu ku gimana?”alasan Katon
“Lhoh kalau nanti pak Darwo cerita kan juga
bisa” bantah Daus
“Udah ah biarin gak usah dibahas” kata Katon
Kamipun melanjutkan perjalanan.
Pada awalnya perjalanan cukup lancar yakni
dari terminal kota kami menuju ke terminal kota sebelah. Sekitar pukul sepuluh
pagi kami sampai dikota sebelah. Dan perjalanan kami lanjutkan dengan menaiki
angkot menuju ke kecamatan Gedong. Kami turun disekitar perbatasan kecamatan
Gedong dengan kecamatan Lanun. Dari sini kami teruskan dengan berjalan kaki,
karena kaki gunung Mara sudah tak jauh lagi. Namun, menjelang tengah hari saat
kami sampai kaki gunung tiba-tiba awan gelap menggantung tepat diatas gunung Mara.
Awan gelap menggantung tepat diatas gunung
Mara, peristiwa ini seakan menandakan bahwa Mbah Suro menyambut kedatangan
kami. Sama sekali tidak diduga sebelumnya. Angin mendadak marah dan langit
mulai mendung. Hujan deras nampaknya akan menghantam kami. Semua temanku pucat
pasi. Namun sudah terlambat untuk kembali pulang, lagi pula kami hampir tiba di
tempat tujuan kami.
Hujan deras yang kami kira akan menghantam
ternyata tak kunjung turun. Ini lebih baik, karena cuaca mendung akan
melindungi dan mengurangi panas teriknya matahari. Namun sepertinya ada yang
ganjil siang hari jadi tampak seperti malam hari, begitu gelap. Dan ditambah
dengan rapatnya pepohonan yang tumbuh di gunung Mara ini membuat jalan kami
semakin sulit. Banyak pohon yang tumbang sehingga menghalangi jalan kami.
Tiba-tiba Syahdan menunjuk jauh ke arah depan,
disana terdapat sebuah pemandangan yang membuat kami merinding hebat, kabut
tebal yang entah sejak kapan ada disana. Kabut itu seakan bergerak mendekati
kami, suasananya sunyi senyap, seolah kabut itu meredam semua suara. Jarak
pandang kami menjadi terbatas. Tak ada jalan lain kami memutuskan untuk
menerobos kabut tebal itu. Dengan berbekal sebuah senter kami berjalan berhati
– hati menerobos tebalnya kabut gunung Mara. Hampir satu jam kami masih
berjalan dalam kabut tebal ini. Kami berjalan tak tentu arah. Kami takut kalau
– kalau tidak menemukan apa yang kami cari. Kami merasa pencarian kami tidak
ada artinya, karena sudah hampir berjalan begitu lama kami masih belum
menemukan goa tempat Mbah Suro tinggal. Kami merasa, Mbah Suro itu mungkin
benar hanya mitos untuk menakuti anak kecil agar cepat – cepat tidur....
[Bersambung Demi Kesalahan Part 4]
0 komentar:
Posting Komentar